TEMPO Interaktif, Bengkulu -Wahana Lingkungan Hidup Bengkulu menolak kerangka acuan analisa masalah dampak lingkungan (AMDAL) yang diajukan PT Desaria Plantation Mining di Kabupaten Kaur, Bengkulu.
Kepala Departemen Kampanye dan Advokasi Walhi, Firmansyah mengatakan, sekitar 80 persen yang akan dibuka oleh perusahaan perkebunan sawit itu, adalah lahan produktif milik masyarakat. Lahan tersebut tersebar di delapan kecamatan yaitu Kaur Utara, Padang Guci Hilir, Tanjung Kemuning, Kelam Tengah, Lungkang Kule, Luas, Semidang Gumay dan Kecamatan Kinal.
"Ini akan merugikan masyarakat di delapan kecamatan tersebut. Konsep yang akan dikembangkan perkebunan hanya 25 persen perkebunan plasma dan 75 persen adalah perkebunan inti," katanya dalam keterangan kepada wartawan, Sabtu (4/4).
Belum lagi pada kawasan yang rencananya akan disulap menjadi perkebunan sawit tersebut terdapat banyak daerah aliran sungai. Dia khawatir perkebunan akan mencemari air sungai Selak, karena disana akan dibangun dua pabrik CPO. "Kami hanya mengantisipasi pihak perusahaan membuang limbah cair ke aliran-aliran sungai tersebut," ujar Firmansyah.
Selain pencemaran, alasan Walhi menolak perkebunan juga khawatir masyarakat akan kehilangan lahan sehingga merambah hutan lindung. Salah satunya adalah hutan lindung Raja Mandara dan Taman Nasional Bukit Barisan.
"Selain mendorong perambahan, habitat Harimau Sumatera dan Siamang yang ada didalam kawasan juga terancam, di sana juga ada 5 situs peninggalan Kerajaan Sriwijaya," katanya. Walhi berharap pemerintah tidak gegabah mengeluarkan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan Sawit raksasa tersebut. PT Desaria telah mengajukan Amdal sejak Kamis lalu.
0 komentar:
Post a Comment